Friday, July 24, 2009

Komprominya Organ Tubuh

Pelajaran jam terakhir adalah ekonomi. Tapi ada suasana yang berbeda. Rata-rata murid pindah ke barisan paling depan termasuk dua anak cowok petakilan itu. Padahal biasanya semuanya memojokkan diri, mendempetkan, merekat ke kursi-kursi di belakang. Mungkin kewaspadaan untuk menghadapi ujian sekolah sudah mulai merasuki murid-murid itu.

Suasana pun menjadi segar. Sesegar kalau membasuh mata dengan air es. Organ tubuh pun seperti mengerti kewaspadaan anak-anak itu sehingga terjadi kompromi antara mata, tangan, dan otak. Mata melebarkan kelopaknya yang seminggu ini berusaha mensingkronkan ambisi, harapan, dan kengantukan bola mata hitam itu. Tangan pun menjadi cekatan menulis catatan yang diberikan nenek guru seperti telah menenggak minuman ala 'roso-roso'. Dan otak, si organ yang paling dingin dan tenang ini pun semakin anggun. Ia menyediakan ruang lebih banyak untuk pengetahuan yang diserapnya.

Pintu kelas terbuka. Angin masuk ke dalam kelas memberikan pasokan oksigen untuk para pelajar ini. Ada beberapa orang lewat di depan pintu. Kemudian mereka membei isyarat seperti ingin bersilaturahmi dengan nenek guru. Ah, nenek guru pun sadar. Di tinggalkannya kami untuk beberapa saat, lagi pula saat itu kami sedang mengerjakan contoh soal. Berbasa-basi. Mungkin terbesit perasaan, "mereka berhasil...". Sedangkan kami di dalam kelas hanya berbisik mencari informasi, "alumni ya?". Beberapa anak melongok ke jendela. Kontras. Kami yang didalam kelas sedang memperjuangkan harapan-harapan sederhana yang sulit itu. Mereka yang sedang bercerita dengan Nenek guru di luar kelas adalah segelintir dari hasil perjuangan tersebut.

Nenek guru pun masuk kelas.
"tadi itu kakak-kakak mu yang lulus dua tahun yang lalu. Baru datang mereka dari Singapur, lagi libur katanya. Ya sudah, jadi jumah permintaan barang akan maximum jika harga yang ditawarkan nol atau sangat minimum..............."


No comments:

Post a Comment