Thursday, December 10, 2009

Aku dan Kasur Lipat

Cerita ah.. cerita yuu..

Kemaren pagi aku liat bus-nya anak-anak TK udah siap dari subuh. Sepertinya akan ada outing class bagi para anak TK tersebut. Beberapa ibu-ibu sudah bergerombol sambil membawa gembolan perbekalan untuk sang anak dan tentu saja dirinya. Entahlah, mungkin memang sudah menjadi suatu kebiasaan yang lumrah di Indonesia, para ibu-ibu ikut menemani anak-anak mereka yang masih TK tersebut outing class. Pasti yang membaca tulisan ini merasa janggalkan? Lah memang sudah sepatutnya para ibu menemani anak mereka.

Mmm maaf ya (ala dennisyah, anak rohis di sekolah ku yang ingin jadi sunan kesepuluh, ZONK!), begini, bukan maksud ingin membandingkan. Tapi aku jadi inget (dan sedikit kangen) masa-masa ku waktu TK di Jepang dulu. Cuma setahun sih, dan waktu itu aku masih kecil banget (umur sekitar 4-5 tahunan). Dulu waktu aku TK di sana ada outing class juga. Rutin malah. Dan yang di sebut outing class, benar-benar dalam konotasi yang sesungguhnya (jadi denotasi gitu loh). Outing class, belajar diluar ruangan. Benar-benar diluar ruangan. Di taman, di kebun ubi, di gunung. Tak terbatas musim.

Kita mulai dari musim salju. Duingiiin buanget.. pada musim ini mamah memberiku pakaian extra yang berlapis agar anaknya yang punya genetika bengek alias asma ini tidak terlalu kedinginan. Lapis pertama daleman, lapis kedua kaos dan celana panjang (kadang pake sejenis kaos kaki tapi panjang kayak stoking), lapis ketiga sweater dan kaos kaki, lapis keempat jas salju yang hanya dipakai luar ruangan. Tambahannya sepatu boat, sarung tangan, syal, kadang topi yang menutupi telinga. Oke. Jangan harap setiap musim salju tidak ada aktifitas diluar ruangan. Kita anak-anak TK dengan cairan hidung yang bercucuran akibat udara dingin dilepas di suatu lapangan yang lumayan luas untuk ukuran anak-anak. Di lapangan itu seperti memang sudah di sediakan untuk musim dingin ini. Kalau suka nonton doraemon mudah-mudahan bisa mempermudah gambaran ini, di lapangan ini ada beberapa pipa-pipa (seperti gorong-gorong bekas) yang ditumpuk begitu saja. Nah jika salju turun pipa-pipa ini akan membentuk sebuah bukit kecil yang kemudian kita bisa berseluncur diatasnya. Semua anak harus ikut bermain. Semua anak harus berani mencoba berseluncur dari atas pipa itu dengan papan seluncur mini yang disediakan. Woow, asiknyo. Udara dingin seakan menampar muka dan gigi. Kadang saat-saat lelah aku suka mengambil segepok salju lalu aku makan. Segarnyoo. Tapi kalau ketahuan sensei, "dame nee.." sambil menyilangkan kedua tangannya.

Semi. Daun-daun sakura bermekaran. Kemudian beterbangan tertiup angin, menghujani orang-orang yang terlepas dari belenggu salju. Ini dia paling asoy. Musim semi musimnya jalan-jalan. Ke gunung, ke kebun, kemana-mana... Dan sumpah, kami sama sekali tidak ditemani orang tua saat berusaha mendaki bukit kecil itu. Anak-anak kecil yang hanya di temani para senseinya mendaki bukit itu. Bawa ransel sendiri, bekal sendiri, sampai tikar sendiri. Meskipun gempor juga jalan menanjak terus, tapi ada suatu semangat untuk tetap terus mendaki sampai ke puncaknya. Kalau kita sudah terduduk di aspal itu senseinya datang hampiri kita. Memberikan sebuah wejangan yang entahlah membuat kita bangkit lagi... Para sensei, gaya mereka seperti bukan seorang pengajar sekolah yang memakai pakaian formal lengkap (setidaknya informal) tapi seragam mereka hanya kaos dan celana training biasa plus sepatu kets, santai banget. Dan sama seperti kita mereka juga membawa ransel, bekal, dan tikar lipat. Sesampainya dipuncak bukit. Wiih, udara segar... kami mulai membuka perbekalan. Tikar lipat (di Jepang ada tikar lipat kecil khusus anak-anak, lucu deh) yang kami bawa segera terbentang. Kami pun menikmati semi dipuncak bukit ini.

Gugur. Musim ini angin berhembus agak kencang. Jadi anak-anak TK itu hanya diperbolehkan bermain disekitar taman saja. Musim gugur itu musim yang dramatis. Dikanan kiri semua berwarna jingga kemerahan. Orang-orang mulai mempersiapkan diri akan datangnya salju. Nah di Jepang, musim ini penuh dengan berbagai festival (sebenarnya di setiap musim pasti ada festival. Benar, sesibuk-sibuknya orang Jepang entah mengapa di negaranya sering sekali mengadakan festival yang sebenarnya menguras waktu juga. Dan festival tersebut tidak hanya untuk golongan atau kelompok tertentu saja tapi memang disuguhkan untuk seluruh warga Jepang, khususnya Urasa, kota kecil tempat aku tinggal waktu itu).

Summer. Woow, saatnya liburan...

Tapi bener loh kalau kata orang, orang Jepang itu pekerja keras. Aku yang pendatang disana mau tak mau harus mengikuti kebiasaan mereka. Seperti saat menggelar tikar (saat naik bukit) adalah hal yang agak sulit buat ku. Menata tikar sehingga enak untuk diduduki, membereskan bekal-bekal sendiri. Atau saat waktu mengganti sprei tiba (di Jepang anak-anak sekolah sampai sore, termasuk anak TK. Khusus anak TK ada waktu dimana mereka harus tidur siang, jadi anak-anak itu punya futong--kasur lipat--masing-masing yang disimpan di sekolah). Aku cuma dibekali mamah sprei baru yang wangi dari rumah--dormitory. Sisanya aku harus susah payah menyarungkan futong itu sendiri. Awalnya berantakan, sangat berantakan, kadang aku sampai mau nangis apalagi melihat teman-teman yang telah menyarungkan futong masing-masing dengan rapi dan lurus.

Yaah, cuma sekilas cerita gara-gara ngeliat ibu-ibu yang repot bawa perbekalan tadi pagi..


HOHOHO

No comments:

Post a Comment