Mendengar cerita atau berita tentang daerah-daerah terisolir di Indonesia pasti sangat bersahabat di telinga. Rata-rata orang berpikiran daerah terisolir itu adalah daerah terpencil yang sulit kendaraan dan berbagai fasilitas umum. Ya, sama. Saya pun berfikir dan mengira begitu sampai waktu itu saya ngobrol sama mamah.
Mamah kan sering keluar kota atau lebih tepatnya ke luar Pulau Jawa. Entah itu ke Pekan Baru, Balikpapan, Samarinda, sampai Bunaken, Kupang, Toraja, bahkan daerah perbatasan seperti Tarakan. Gara-gara itu pula saya menjadi tahu sedikit tentang kondisi di daera-daerah tersebut.
Lalu tiba-tiba saja ada sebuah pernyataan batin sederhana muncul begitu saja. Layaknya Ki Joko Bodo dapat wangsit. Ah, saya orang Jakarta, setidaknya lahir dan besar di Jakarta. Jakarta adalah ibukota negara. Berbagai fasilitas sangat lengkap disini. Teknologinya. Tapi saya belum pernah keluar area Pulau Jawa ini. Mungkin sekali sih pernah, tapi hanya sebatas Sumatera. Itupun duluuu dan terblok di suatu kota saja.
Kalimantan. Pasar terapungnya. Pernah dengar sih dan lihat di tivi.
Bunaken. Taman lautnya yang bening. Pernah liat sih di tivi.
Toraja. Adatnya yang unik dan mistis. Pernah denger sih dari mamah
Tarakan. Kota yang daya beli dan taraf hidupnya sangat baik di perbatasan dengan Malaysia. Pernah denger sih dari mamah.
Bangka Belitung. Pernah denger sih. Di novel.
Intinya saya merasa menjadi yang terisolir.
Sadar atau tidak kadang penduduk ibukota negara inilah yang terisolir dari negaranya sendiri. Seperti saya yang hampir tidak sadar bahwa Indonesia tidak hanya sebatas Parung, Ciputat, Lebak Bulus, Blok M, Sudirman, Bandung, Bali....
Jakarta sebagai mesin negara yang terus memutar roda-rodanya sering membuat tidak sadar para manusianya. Keterbatasan waktu, kepadatan jadwal, atau dunia kerja yang terus memaksa orang untuk tampil semaksimal mungkin.
Justru itulah yang membuat para penghuni Ibukota terisolir di dalam dunianya sendiri.
No comments:
Post a Comment