Sunday, December 2, 2018

Prosa Jakarta


Menjalin hubungan dengan Jakarta.
Capek.
Riuh.
Tidak romantis.
Hangat.
Tidakkah itu sangat manis.
Mencium hangatnya ketika hujan turun.
Atau memeluk malam yang tak berbintang diantara lampu-lampu gedung.
Atau menatap wajahnya kala embun belum saja menguap.
Ia hampir tak pernah tidur.
Menatap dengan matanya yang lelah, yang di bawahnya sudah melingkar garis kurang tidur.
Seraya berkata, mari jalani sehari lagi bersamaku.
Kau pasti bisa.


Sawangan, 2 Desember 2018




Sebanyak apa aku tak mengerti.
Berkali-kali ku lempar dadu.
Berjudi akan jawaban yang terucap.
berkali-kali aku kalah.
Kuhitung langkah.
Tapi semesta mu tak pernah bisa ku masuki.
Aku terbakar jadi abu.


Jakarta, 26 November 2018




Aku jadi ingin membawamu keliling kota ini.
Sambil bercerita tentang apa saja.
Tentang imajinasimu, mimpimu, kekhawatiranmu.
Biarkan aku mendengarkannya.
Ijinkan aku ikut merekamnya dalam memoriku.
Atau, agar aku dapat mengamini setiap doamu.
Kau mungkin tak suka dengan kota ini.
Padat, bising, kasar.
Suatu saat akan kutunjukan, bagaimana kau akan rindu kota ini.
Mungkin bukan karena kota ini semata, tapi karena ini bagian dari semestaku.
Iya, membawamu ke kota ini seperti memperkenalkan pada semestaku.
Tapi itu angan-angan saja, saat hatiku sedang begitu lembut.



Jakarta, 19 November 2018





Kudengar bisikan air yang mengalir di kaca-kaca gedung.
Mereka cerewet sekali.
Bercerita kisa-kisah dari langit.
Mereka berbisik, semua akan baik-baik saja.
Kubilang, tidak, ini hidupku. 
mereka menatapku seraya meluncur ke tanah.
Diucapkannya sampai jumpa.
Katanya, mereka menyimpan ceritaku untuk dibawa ke langit.



Jakarta, 15 November 2018

No comments:

Post a Comment