Monday, January 26, 2009

Perempuan Berkalung Sorban

Awalnya memang tidak ada niat buat nonton film ini. Tapi sudah dua stasiun TV menayangkan acara Behind The Scene nya, lama-lama kepincut pengen nonton juga. Lagipula sudah banyak referensi dari teman dan artikel-artikel yang mengatakan Film ini 'Lulus Tonton'. Selain itu faktor Reza Rahadian dan Oka Antara menambah semangat membeli tiket nonton Film ini...

Anissa (Revalina S Temat), seorang santriwati yang berjiwa keras mencoba mencari kebebasan diantara benteng Pesantren milik Ayahnya. Paradoks tentang kaum perempuan yang selalu menjadi makhluk nomor dua membuatnya gerah apalagi Dia sendiri merasa menjadi tumbal keluarga dengan harus menikah dengan Syamsudin (Reza Rahadian), seorang anak kyai dari Pesantren Al-Ikhlas yang telah memberi sumbangan banyak untuk Pesantren Al-Huda yang tidak lain tidak bukan adalah pesantren milik Ayah Anissa.
Miris. Apalagi saat Khudori (Oka Antara), suami,kakak,kekasih, tumpuan Anissa pada saat-saat krisis pergi meninggalkannya untuk selamanya. Ketika Anissa terbangun dan berharap semuanya hanya mimpi buruk yang muncul hanya Ibunya (Widyawati) sambil menggendong anak Anissa menatapnya lirih.

Ironi demi ironi mengalir dari kisah yang diambil berdasarkan novel yang ditulis oleh Abidah El Khalieqy ini. Tentang perjuangan perempuan dengan latar belakang Islam akan segala aturan-aturan klise untuk perempuan yang dibiarkan mengkerak selama bertahun-tahun tanpa ada penjelasan 'apa-mengapa'. Tapi satu hal yang membuat Saya salut, makna Film ini tidak tenggelam dengan ke-women power-an yang meledak-ledak, ada sikap bijak dari tokoh Ibu Anissa sehingga makna yang keluar lebih realistis dan mendalam.

Ibu: "kita ini perempuan yang hidup di dalam kondisi yang tidak seimbang."
Anissa: "kenapa Umi tidak bicara?"
Ibu: "kalau Umi bicara, hancur keluarga ini."


Produksi: Starvision
Sutradara: Hanung Bramantyo
Skenario: Hanung Bramantyo dan Ginatri S Noor
Pemain: Revalina S Temat, Oka Antara, Widyawati, Joshua Pandelaki, Reza Rahadian
Based On a Novel by Abidah El Khalieqy

Sunday, January 18, 2009

Yes Man

Agak telat masuk ke bioskop XXI di Pondok Indah karena ada pagelaran barongsai yang meriah. Didepan pintu theater 2 sudah menuggu adikku yang mengutak atik handphone tak sabar dan emosinya mungkin sudah tumpah kalau aku sampai lupa dimana tiket nontonnya aku simpan.
"Lama amat..!"
"Hehe.."

Kita masuk ke dalam bioskop. Senyap. Hanya terdengar segelintir gurauan ringan penonton. Tak sampai 5 detik ketika aku menghempaskan badan ke kursi, lampu sudah memadam. Dan pertunjukan pun dimulai.

Drama gaya Holywood. Jujur aku baru kali ini berani nonton film drama Holywood.

Carl Allen (Jim Careey) seorang karyawan Bank merasa hidupnya hampa melihat kehidupan teman-temannya yang penuh intrik. Pada suatu ketika seorang teman lamanya datang menemuinya dan memberikan saran agar Ia mengikuti acara seorang motivator dengan judul 'Yes Man'. Ia pun pergi kesana dan dipaksa membuat sebuah perjanjian agar Ia akan selalu menjawab 'yes' untuk segala pilihan. Dan dimulailah petualangannya di dunia 'Yes' tersebut.

Ringan dan segar. Plus banyolan khas Jim Carrey memperapik film ini. "Say Yes, Because we are Yes Man".

Director: Peyton Reed
Production: Warner Bros. Picture
Writer: Nicholas Stoller
Cast: Jim Careey, Terrence Stamp, Zooey Deschanel, Bradley Cooper, Rhys Darby
Genre: Drama Comedy

Note: Beberapa kali film keputus ditengah jalan karena rolnya habis. Kayaknya mereka cuma pake satu proyektor jadi gak bisa muter rol gantian. Duh, bok ya dibenerin gitu loh proyektor yang satu lagi... Kan lumayan 35.000 melayang seperempat..

Thursday, January 15, 2009

Dangkalan Sunda dan Sahul

Dulu benua-benua di Bumi itu membentuk satu kesatuan benua besar yang disebut Pangea (pan berarti keseluruhan, seluruh dan gaia berarti Bumi dalam Bahasa Yunani Kuno). Terbentang sekitar 250 tahun yang lalu atau pada zaman Paleozoikum dan Mesozoikum (zaman pertengahan dimana dinosaurus hidup) dan akhirnya terbelah menjadi beberapa bagian benua dan menyebar ke seluruh Bumi.
Pangea

Telah diketahui sebelumnya bahwa dulu benua di bumi ini menyatu termasuk Indonesia. Sepanjang barat Indonesia bersatu dengan Asia dan Timur Indonesia menyatu dengan Australia. Bekas penyatuan itu kemudian menjadi sebuah dangkalan yang bernama Dangkalan Sunda (Barat) dan Dangkalan Sahul (Timur)--Warna putih di sekitar pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera dan sebagian Sulawesi adalah Dangkalan Sunda dan warna putih disekitar Papua adalah Dangkalan Sahul. Daerah tersebut kaya akan hasil perikanan.

Monday, January 12, 2009

Resensi Film: Under The Tree

Agak terkaget-kaget memang saya menonton film seperti ini. Dengan komunikasi yang lebih banyak menggunakan bahasa tubuh dan hanya secara simbolik.
Tiga Benih. Benih Bertaburan. Berbunga.
Adalah tulisan prolog per plot yang membantu kita untuk memahami setiap adegan yang muncul. Karena jujur saja awalnya agak sulit untuk memahami setiap kisah yang ada.

Kisahnya berbentuk potongan dari cerita tentang tiga wanita yang tidak saling berhubungan apalagi mengenal. Merekalah Maharani (Marcella Zalianty), Nian (Nadia Saphira) dan Dewi (Ayu Laksmi).

Suasana magis yang dibawa sekumpulan penari kecak membuka layar perak. Diantara cahaya remang dari obor-obor yang mereka bawa teriakan salah satu penari agak mengagetkan. Sangat Bali. Bali disisi lain. Dibalik suasana urban kuta, ada kehidupan tersendiri, yang aman dari para pendatang itu.

Saran saya, tontonlah bersama teman anda, cari tempat duduk di tengah, dan selesai menonton jangan terlalu memusingkan film ini. Karena justru keunikan film ini adalah kisah kehidupan yang tak pernah berakhir itu sendiri.


Produksi: Credo Pictures
Produser: Garin Nugroho, Dina Jasanti
Sutradara: Garin Nugroho
Penulis: Garin Nugroho, Armantono
Pemain: Marcella Zalianty, Ayu Laksmi, Nadia Saphira, Ikranagara, Aryani Kiergenburg Willems, Dwi Sasono
Genre: Drama
Durasi: 104 min

Saturday, January 10, 2009

Pusat Berbagai Komunitas

Kemarin ada pembagian raport di sekolah. Sekolah jadi ramai seketika dari jam 13.00 ke atas.
Aku dan teman-teman memutuskan untuk menghindar dari kehiruk pikukan di dalam sekolah ke kantin. Jujur saja aku jarang berlama-lama ditempat itu. Sumpek, padat, kotor, setidaknya begitu yang aku lihat pada hari-hari biasa.

"aduh, pingin cepet-cepet beli kalender deh," kata Abiella.
"emang kenapa?" tanya ku
"pingin ngeliat bu XXX, hahahaha..." jawab Abi yang tertawa lantang sekali. Entahlah dia sadar atau tidak ada anak kelas 3 di pojok sana. Lalu dia memperagakan ibu XXX yang ada di kalender itu. Dengan mata merem (kayak orang kesilauan) dan mulut agak dimanyunkan sedikit.
"parah banget lo Bi," kata Anti yang masih terisak tawa.

Tidak berapa lama segerombolan anak-anak dengan gaya harajuku terselubung dengan seragam SMA datang dan duduk tepat di meja belakang ku.

"Ayabi, Naya mana!" tanya Depi.
"lagi ngurusin pameran," jawabnya. Ayabi itu bukan nama sebenarnya. Nama aslinya adalah Laras. Namun tidak dia saja yang mengubah namanya itu. Hampir satu gerombolan tersebut mempunyai nama Jepang sendiri-sendiri. Mereka itu sering dipandang aneh oleh siswa-siswa lain. Memang sih secara fisik mereka sangat berbeda. Dengan gaya rambut di ikat acak-acakan, sepatu converse dengan atas tinggi, tas kotak ala nobita, poni yang hampir menyerupai segitiga, atau gelang-gelang dan cincin yang semarak dipergelangan tangannya. Tapi satu hal, semuanya jago menggambar manga.

Tak jauh dari tempat para harajukuers itu sedang cekakak-cekikik anak-anak exis. Mereka sangat ramai. Mengalahkan suara Abiella yang bisa dibilang lantang. Kalau melihat mereka kita seakan sedang nonton sinetron. Bagaimana tidak, setelan mereka hampir seragam dengan rambut yang tergerai panjang (malah kadang-kadang kerena kurang panjang mereka memakai rambut extension), rok abu-abu yang diatas lutut, kaos kaki panjang, dan tas pundak ala ibu-ibu. Dan isi tasnya, woow, bedak, kaca, sisir, parfum,dsb lah. Hampir semunya anak IPS (malah mungkin semuanya).

Berbeda dengan cewek-cewek sinetron tadi yang hampir semua anak IPS, gerombolan yang satu ini berisikan para cowok-cowok yang hampir semuanya anak IPA. Mereka yang baru datang itu adalah anak-anak Rohis--Kerohanian Islam--yang kalau bicara seperti memakai bahasa telepati. Tiba-tiba tertawa, tiba-tiba serius, tiba-tiba seru sendiri. Tapi aku akui mereka sebenarnya asyik untuk diajak ngobrol.

"cie depi!! ada Delpino tuh!!" teriak Abiella tiba-tiba ketika kita sedang asik makan. Delpino adalah salah satu anak Rohis tadi.
"yaelah, stres lu Bi," jawab Depi.

Tak berapa lama sosok kecil mungil tapi dewasa menghampiri kami.
"dep, dipanggil pak Tabur," kata Uthe.
"pak Tabur?" tanyaku.
"Pak Sabur maksud lo?" tanya Anti lebih lanjut.
"haha, iyah, dia sendiri yang bilang pak Tabur," jawab Uthe sambil mengikik.
"kenapa Si James Bond?" tanya Depi sambil menyeruput mi terakhir di mangkoknya.
"dia minta tolong tuh soal pembagian raport. yaudah gue mau ke Blok M Plaza dulu."Uthe mengakhiri.
"Yaelah si James Bond iseng banget dah," kata Depi lalu bergegas pergi menuju ruang guru.
"deeep, gue ikut!!" kataku sambil mengejarnya
"gue ikut juga dooong!!" kata Abi menyambung kata-kataku lalu dibelakangnya diikuti Anti.

Dan tersisa anak-anak yang tadi aku ceritakan di kantin itu. Anak-anak yang membuat sekolah lebih berwarna.