Saturday, December 27, 2008

Resensi Film: 3 Doa 3 Cinta

3 orang santri yang baru saja menyelesaikan ujian akhir mereka di pondok pesantren mengawali cerita ini. Mereka ialah Huda (Nicholas Saputra), Rian (Yoga Pratama), dan Sahid (Yoga Bagus). Mereka mempunyai tujuan masing setelah menyelesaikan 'mondok'-nya di pesantren itu.

Ternyata poster film tidak berarti menggambarkan cerita di dalam film itu sendiri. Terbukti dalam film ini. Awalnya aku pikir mesin penggerak film ini bertumpu pada aktor dan aktris di poster itu. Namun ternyata ada anak-anak baru di dalamnya yang justru membuat film ini lebih hidup.

Seperti kisah Rian yang ingin melanjutkan bisnis video kawinan milik mendiang bapaknya. Gayanya yang ringan menjadi karakter cukup kuat dalam film ini. Sampai akhirnya ke-santai-annya mendadak berubah ketika Ibunya meminta izin untuk menikah lagi.
Lalu kisah keras Sahid yang entah kenal darimana Ia terjerumus pada ajaran Islam 'jalur keras'. Karakter yang bisa dibilang rapuh ini juga dimainkan dengan baik. Dan cerita-cerita dibalik alimnya Pondok Pesantren itu menggelitik penonton sehingga cukup segar untuk menjadi pilihan tontonan malam minggu diantara film-film luar disekitarnya.


Genre : Drama
Produksi : IFI dan TriXimage
Sutradara : Nurman Hakim
Penulis : Nurman Hakim
Pemain : Nicholas Saputra, Yoga Pratama, Yoga Bagus, Dian Sastowardoyo, Butet Kertaredjasa, Jajang C Noer

Wednesday, December 24, 2008

Pengapnya...

Baru aja sampai di rumah. Dari Bogor langsung mampir ke Kumon karena ada materi baru yang musti dikejar sebelum liburan panjang tengah semester ini.

Sampai dirumah agak gondok sama tukang ojek yang nganterin, agak sok tau dan yang bikin makin shok dia minta dibayar tiga ribu, padahal yang aku tau paling mahal juga cuma dua ribu lima ratus kalau cuma nganter ke dalam komplek perumahaan ini.

hooh, di rumah sepi. Cuma ada tante Eni dan Nia (asisten mamah yang baru). Ichi lagi ke dokter diantar mamah, biasa dokter andalan warga komplek. Tapi tidak pasti juga Dia praktek atau tidak, maklum malam Natal, kan biasanya para Tionghoa juga ikut merayakan Natal.

Masuk kedalam kamar mamah aroma minyak kayu putih yang dicampur bawang merah menyekap indera penciuman. Hidung aku yang kecil ini makin mengkerut tak biasa mencium bau ini. Pengap sekali kamar mamah. Di sebelah kasur tergeletak ramuan-ramuan pengusir angin yang biasa dibalurkan ke badan orang yang masuk angin. Tergeletak begitu saja diatas kursi rotan yang reyot peyot itu. Biasanya kalau pintu kamar dibuka udara sejuk ac menyeruak keluar, benar-benar suasana tidur. Tapi kali ini, uuooh, suasana panti pijit Mpok Encang langsung terbayang. Berputar-putar seakan menyeringai penuh semangat diantara pasien-pasiennya yang ngatri untuk mendapatkan pijatan keramatnya.

Bikin emosi jiwa aja...

Monday, December 22, 2008

Hujan Angin

hujan atau angin…
keduanya sama…
menggerakan dahan pohon kersen itu…
hingga daunnya jatuh berguguran…
dan buah merahnya tajam menerjang kanopi…
namun…
tidak seperti angin…
hujan menyisakan sisa…
sisa basah yang kemudian diserap tanah…
untuk akar-akarnya…
menyokong dahan daun agar berbunga…
namun…
tidak seperti hujan…
angin adalah bantuan alam…
hingga serbuk-serbuk sari tumpah ruah menyelimuti putik bunga…
kembali berbuah untuk yang hidup mengelilinginya…
hujan dan angin…

Saturday, December 20, 2008

Otak-otak Makasar

Otak-otak Makasar itu ENAK!!!!
Bener loh…
Kalo dibuka bungkus daunnya isi nya tidak mengecewakan. Padat.
Cara makannya tinggal dicocol ke bumbu khususnya.
Bumbunya ada dua macam:
Bumbu kacang, tidak terlalu pedas sehingga lebih cocok untuk lidah orang Jakarta.
Bumbu hitam, nama aslinya sih tidak jelas apa tapi bumbu yang satu ini berwarna hitam lekat, hampir seperti bumbu pempek namun versi kentalnya. Dan pedasnya minta ampun, sampe nyereng ditenggorokan.
Tapi kalau sudah sampai di lidah susah berhenti makannya.
Poko’e wuenak tenan (kata-kata diambil dari Somay Sparta)

Saturday, December 13, 2008

Jangan Kau Lepaskan, Kuu Daa Rii Muu

Peluklah diriku dan jangan kau lepas
Kan ku dan jangan kau lepaskan
Kuuu daa rii muuu… (Alexa-Jangan Kau Lepas)


Riuh rendah suara-suara anak meraung raung mengitari 5 orang personil band itu. Ada yang goyang-goyangkan kepala, melambai lambaikan tangan ke udara, atau ikut bernyanyi sepenuh hati sambil merasa dirinya sendiri yang berada di panggung itu.

Diantara yang ramai itu adalah murid berkepala botak kasar yang terpaku diam menganalisis suara si vokalis, terkadang Ia mengangguk angguk tak jelas. Entahlah, dia tak kenal lagunya atau memang sedang menikmati lagunya. Sangat jelas terlihat dari sini. Meski kadang terhalang kepala anak-anak kelas satu yang masih bertampang SMP.

Dan kini lagu itu mulai terdengar seperti theme song dalam sebuah film… Aku mengikik dalam hati sambil sambil komat kamit mengikuti lirik lagu, dan ikut bernyanyi sekeras kerasnya.

La Pasta


LAPAAAARRRR!!!!!


Ngeliat iklan makanan di TV jadi pengen makan Pasta... mmmm...

Lanun

Tadi pagi Aku baru aja selesai baca Maryamah Karpov, novel terakhir dari tetralogi Laskar Pelangi. Ada sesuatu yang menarik untuk diikuti lebih lanjut dari novel ini. Diantara keramaian suasana Belitung yang sangat Melayu terselip sedikit kisah tentang kaum Lanun yang tidak pernah terdengar kabar ataupun beritanya—hanya terdengar disekitar Pulau Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, itu pun hanya di sebagian kecil masyarakatnya.
Dulu Aku sempat penasaran dengan dunia perbajaklautan semenjak mulai mengkoleksi komik One Piece. Namun kemudian surut ketika Aku masuk SMA.
Oke… Menurut novel Maryamah Karpov, Kaum Lanun adalah sebutan dari orang Melayu untuk para bajak laut yang berkuasa di sekitar Selat Malaka. Mereka sudah ada sejak Kerajaan Sriwijaya bertengger di Nusantara. Namun orang Lanun dulu dan sekarang mempunyai perbedaan tersendiri.
Secara historis, Orang Laut—Lanun—dulunya adalah perompak, namun berperan penting dalam Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor. Mereka menjaga selat-selat, mengusir bajak laut, memandu para pedagang ke pelabuhan Kerajaan-kerajaan tersebut, dan mempertahankan hegemoni mereka di daerah tersebut.

Desa Orang laut di Kepulauan Riau (id.wikipedia.org)

Berbeda dengan Lanun sekarang. Sebenarnya kini mereka lebih cocok disebut perompak daripada bajak laut apalagi disebut kaum Lanun, karena kini mungkin mereka bukan lagi asli orang-orang Lanun yang dulu. Seperti berita yang Aku ambil dari http://www.bbc.co.uk/ :

Masalah bajak laut yang mengancam pelayaran dunia bukan hanya masih ada di Selat Malaka, tapi malah meningkat.
Statistik dari Biro Maritim Internasional, IMB, menunjukkan pada tahun 2007 terjadi peningkatan serangan bajak laut sampai 10%. Selat Malaka yang sempit, antara Indonesia dan Malaysia, merupakan jalur pelayaran dunia yang penting dan terkenal dengan aksi para bajak laut. Ratusan kapal, umumnya berupa tanker minyak dan kapal barang, melintasi Selat Malaka setiap harinya. Dan selama berabad-abad, selat ini menjadi satu-satunya pintu gerbang utama untuk pelayaran menuju ke kawasan Timur. Namun langkah pengamanan baru ditempuh dan hingga kuartal pertama 2008 ini, serangan bajak laut mulai menurun, walaupun belum ada jaminan ancaman itu sudah sama sekali menghilang.

Jalur penting pelayaran dunia (http://www.bbc.co.uk/)

Yup, mungkin orang Lanun yang asli telah tersingkir tapi Aku yakin mereka masih ada disuatu tempat seperti yang diceritakan dalam Maryamah Karpov. OOO, ketinggalan, Orang Lanun tidak tinggal di daratan, mereka tinggal mengapung, mereka percaya kekuatan mereka akan hilang jika mereka tinggal di daratan.
Laut itu luas, seluas misteri yang ada didalamnya... Lanun hanya sebagian kecil diantaranya. Sisanya bersembunyi dibalik relung-relung samudera...

Friday, December 12, 2008

Dalam Ruangan yang Sempit Itu

Suara adzan terdengar sayup melewati celah tembok-tembok rumah di komplek ini. Langit bersinar keunguan yang semakin lama semakin padam. Hari ini adalah penghujung minggu paling lelah di semester ini. Remedial kesana sini, ngejar guru, guru-guru pada nyari cara istirahat sejenak dari keluhan murid-murid yang merajalela masuk keruang guru.

"Bu, kok nilai saya nol semua sih?"
"Pak, kok nilai tugas saya gak ada sih pak?"
"Monsiur, remed prancis sekarang?"
"Bu, saya mau ulangan susulan."

Hiruk pikuk menyeruak seketika ketika bel istirahat berbunyi. Kadang diantaranya ada bentakan tertahan dari guru.

"Kemana aja kamu? baru minta susulan sekarang!"
"Remed Blok Satu?! kok baru minta sekarang?"
"Kamu ini! Giliran deket mau ngambil rapot baru nanyain tugas?!"

Lalu, yang dibentak itu cuma tertunduk atau cengengesan sambil memutar otak mencari alasan...

"ya Ibu, saya kira susulannya bareng sama yang remed... (raut wajah mulai memanyun)"
"Kemaren saya gak masuk bu, sakit... (dengan wajah memelas)"
"Emang pulang sekolah kemaren ada remed Pak?... [muka (pura-pura) kaget]"
"hehehe, jadi tugas saya gimana bu?... (cengengesan, garuk-garuk kepala, dan tetep maksa minta tugas buat ngisi nilai kosong)"

Dan biasanya mereka saling mencibir satu sama lain, namun dalam kondisi seperti ini semua siswa siswi IPA maupun IPS berbaur menjadi kesatuan solid yang pasti nya datang berbondong-bondong ke ruangan sempit itu untuk mencari aman nilai rapot dimata orang tua.